Dari mana sesungguhnya asal usul stres? Para psikolog dan agamawan mencari solusi. Dan jutaan judul buku memasuki era industrinya hanya karena stres publik. Situasi demikian dimanfaatkan scbagai komoditi. Ada komoditas intelektual, ada juga komoditas obat-obatan, ada komoditas paranormal, dan juga ada komoditas instan untuk menanggulangi stres.
Alhasil,
para sufi ikut unjuk gigi. Stres menurut para sufi disebabkan oleh nuansa paling sederhana. Yaitu; "Urusan duniawi masuk dalam wilayah Ketuhanan. Atau urusan hidup sehari-hari dimasukkan dalam hati kita. Maka hati jadi tertekan dan benturan psikologis menimbulkan konflik dalam diri sendiri."
Anda mungkin bertanya, bisakah urusan dunia ini tidak masuk dalam hati kita? Mungkinkan kita mengurus kehidupan ini tanpa campur tangan hati kita?
Bisa dan sangat mungkin. Kenapa? Hati adalah rumah Ilahi (qalbul mukmini baitullah). Hati orang beriman itu rumahnya Allah. Oleh sebab itu, rumah Allah harus bersih, bercahaya, bahkan mencahayai fikiran dan akal kita, mencahayai langkah kehidupan kita. Dunia dan seisinya ini cukup diurus oleh ikhtiar kita. Ikhtiar itu tempatnya ada dalam akal, fikiran, dan jasad kita.
Jika ikhtiar masuk dalam hati, maka hati akan ternodai. Bahkan terkotori oleh kontaminasi konflik yang sangat menyesakkan jiwa.
Oleh karenanya, setiap hari manusia harus bisa memisahkan mana yang harus diurus di dalam kamar hati, mana yang harus diurai oleh bilik akal, dan mana yang harus diperhitungkan oleh pikiran kita dan alat apa yang bisa mengendalikan nafsu kita.
Coba Anda renungkan dengan membuka jendela masa lalu Anda. Kenapa stres itu muncul dan kenapa ketakutan itu muncul justru disebabkan oleh hantu ketakutan itu sendiri? Coba Anda ingat, sejak bangun tidur hingga saat Anda membaca tulisan ini sudah berapakali Anda berterima kasih kepada Allah? Kenapa Anda merasa kurang mendapat nikmat Allah, sedangkan ketika Allah melimpahkan nikmat-Nya justru Anda enggan menjaga nikmat itu?
Nah, anatomi stres ini perlu kita bedah. Bukan melalui uraian akademis, tetapi melalui amaliyah dan praktik psikologis kita sehari-hari dalam menyikapi suatu problem. Dan ketika problem itu masuk dalam hati kita, sesungguhnya di sanalah munculnya hawa nafsu kita. Persinggungan antara wilayah hati dengan wilayah duniawi adalah awal tumbuhnya nafsu kita. Baik nafsu yang memunculkan ketamakan dan harapan atau pun nafsu suka cita yang melebihi kewajaran. Bahkan nafsu marah yang membakar dada kita. Nah!
Baca Selengkapnya......